Surabaya - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA., CSSL., menjadi narasumber utama dalam acara talkshow “Gak Cuman Cangkrukan” yang ditayangkan di JTV, (Jumat 20/9/2024) pukul 18.00 WIB
Dalam kesempatan tersebut, Kajati Jatim Mia Amiati secara khusus membahas implementasi keadilan restoratif (restorative justice) di Kejati Jatim.
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, Korban, keluarga pelaku/Korban, dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
“Penegakan hukum saat ini adalah penegakan hukum secara humanis, artinya tidak akan ada lagi yang ada menyatakan bahwa hukum hanya tajam ke atas tumpul ke bawah, tetapi bagaimana kita bisa menerapkan penerakan hukum ini secara adil dengan dasar dari hati nurani dengan mekanisme yang humanis, ” ujar Kajati perempuan pertema di Jatim.
Kajati Mia Amiati juga memaparkan sejumlah kasus sukses yang telah diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yang menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak hanya memberikan keadilan bagi korban, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri.
Baca juga:
Mengenal Seni Aborigin Australia
|
Kajati Jatim menambahkan, keadilan restoratif itu tidak berarti memberikan ruang pengampunan bagi para pelaku kejahatan, karena ada syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020.
Untuk itu, permohonan pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut harus memenuhi beberapa syarat, terdiri dari:
Pertama, Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara;T
Kedua, Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan tersangka dan hak korban terlah dipulihkan Kembali serta masyarakat merespons positif.
Ketiga, Untuk perkara penyalahgunaan narkotika, penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa:
Keempat, Tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user).
Kelima, Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika.
Keenam, Tersangka bukan merupakan residivis kasus narkotika.
Ketujuh, Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Baca juga:
Laki-laki Paruh Baya
|
Kedelapan, Sudah ada Surat Rekomendasi Tim Asesmen Terpadu BNNK setempat dan tim dokter yang menyatakan dan kesimpulan terhadap tersangka layak untuk direhabilitasi;
Hadir juga sebagai narasumber yakni, Rektor Univeristas Airlangga Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E., M.T., Ak, Direktur Sekolah Pascasarjana UNAIR Prof. Badri Munir Sukoco, S.E., MBA., Ph.D serta Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana UNAIR Prof. Dr. Suparto Wijoyo, SH., M.Hum.@Red.